Satu Anggota Polri Korban Aksi Penyerangan KKB di Wamena Dirujuk ke RS Bhayangkara Kramatjati

Jayapura,  Journalnasional.com – 1 Juni 2025 —* Satu anggota Polri yang menjadi korban serangan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, saat ini dalam kondisi stabil dan telah dirujuk ke Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Pusdokkes Polri, Kramat Jati, Jakarta, pada Minggu, 1 Juni 2025.

Kepala Operasi Damai Cartenz 2025, Brigjen Pol. Dr. Faizal Ramadhani, S.Sos., S.I.K., M.H., didampingi Wakaops Damai Cartenz, Kombes Pol. Adarma Sinaga, S.Sos., S.I.K., M.H., menjelaskan bahwa anggota Polres Jayawijaya tersebut sebelumnya dirawat di RS Bhayangkara Kotaraja, Jayapura, sebelum akhirnya dirujuk ke Jakarta untuk mendapatkan penanganan medis lanjutan.

Sementara itu, Kepala RS Bhayangkara Tingkat II Jayapura, AKBP Dr. dr. Rommy Sebastian, menyampaikan bahwa korban telah mendapat penanganan awal sesuai prosedur dan standar operasional (SOP) di RS Bhayangkara Polda Papua.

“Pasien saat ini dalam keadaan stabil dan telah dirujuk ke Jakarta untuk penanganan lanjutan oleh dokter spesialis pada Minggu, 1 Juni 2025,” ujar Rommy dalam keterangannya.

Ia menambahkan, proses pemulihan korban sangat bergantung pada hasil operasi dan tindak lanjut medis yang akan dilakukan di RS Bhayangkara Kramat Jati. Selama proses rujukan, pasien didampingi oleh tim medis dari RS Bhayangkara Kotaraja, Jayapura.

“Kami mohon doa agar pasien ini dapat pulih dan kembali sehat seperti sediakala,” tutup Rommy.

Di tempat terpisah, Kasatgas Humas Operasi Damai Cartenz, Kombes Pol. Yusuf Sutejo, S.I.K., M.T., mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan turut mendoakan kesembuhan anggota Polri yang menjadi korban.

Ia juga memastikan bahwa situasi di Kabupaten Jayawijaya, khususnya di Wamena, saat ini telah kondusif. Aktivitas masyarakat berlangsung normal seperti biasa, sementara personel Polri tetap disiagakan untuk menjaga stabilitas kamtibmas agar tetap aman dan damai.

“Kondisi di Kabupaten Jayawijaya, khususnya Wamena, telah kembali kondusif. Masyarakat sudah beraktivitas seperti biasa. Personel Polri tetap siaga guna menjaga situasi agar tetap aman dan damai,” tutup Kombes Pol. Yusuf Sutejo.// Tayo

Di Kawatirkan Merusak Lingkungan, Warga Sawangan Protes Dipo Pasir di Sungai PeKacangan

Banjarnegara, Journalnasional.com – Puluhan warga di Dukuh Krajan Desa Sawangan, Kecamatan Punggelan Kabupaten Banjarnegara, mengaku khawatir hadirnya penambang pasir di Sungai Pekacangan desa setempat karena dinilai akan merusak lingkungan dan jembatan penghubung Kecamatan Wanadadi – Punggelan.

‎Oleh karena itu, warga berharap kepada pengusaha segera untuk menghentikan kegiatan penambangan pasir tersebut.

“Kami sebenarnya sudah pernah membuat surat petisi, yang intinya menolak keberadaan penambangan pasir itu. Namun hingga saat ini, belum ada tanggapan pengusaha,” ujar Sodikin, tokoh masyarakat di Sawangan kepada wartawan, Rabu (21/5/2025).

‎Warga Sawangan kata Sodikin, disamping membuat surat petisi, perwakilan warga juga sudah menyampaikan langsung keluhan warga Sawangan kepada pihak aparat baik, itu ke kepolisian dan Pemerintah.

‎”Kala itu kami menyampaikan petisi yang ditandatangani oleh warga terdekat dengan lokasi penambangan pasir. Namun, pengusaha tetap melakukan kegiatan penambangan pasir. Sebenarnya jika tidak menggunakan alat berat, warga tidak keberatan,” tandasnya.

‎Terkait masalah ini, Hengki selaku Kepala Desa (Kades) Sawangan mengatakan, jika pihaknya sudah berusaha melakukan pendekatan, baik kepada pihak perusahaan dan warga agar bisa menahan diri.

‎Disampaikan juga, warga Desa Sawangan yang lokasinya tidak jauh dari Sungai Pekacangan menyatakan menolak keberadaan penambangan pasir tersebut. Karena, dikawatirkan akan berdampak pada lingkungan sekitar.

‎Ada beberapa faktor penyebab warga menolak adanya penambangan pasir di Sungai Pekacangan turut desa Sawangan.

Diantaranya, kerusakan lingkungan dan mengancam keberadaan jembatan penghubung antar kecamatan Punggelan dan Wanadadi.

‎”Lokasi penambangan tidak ada satu kilometer dari Jembatan. Sehingga, kami merasa kuatir jembatan vital ini terancam dan rusak,” imbuhnya.

Hingga berita ini ditayangkan, belum ada keterangan dari pihak penambang. ada keterangan dari pihak penambang.// TIM

Polri Bongkar Kasus Besar Peredaran Sianida Ilegal, Amankan 6000 Drum di Surabaya dan Pasuruan

 

Jakarta, Journalnasional.com– Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengungkap kasus peredaran bahan kimia berbahaya berupa sianida secara ilegal di wilayah Surabaya dan Pasuruan. Dalam pengungkapan ini, penyidik berhasil mengamankan sekitar 6.000 drum sianida, setara dengan 20 kontainer, menjadikannya sebagai pengungkapan terbesar kasus sianida yang pernah terjadi di Indonesia.

 

Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri menyampaikan bahwa tersangka dalam kasus ini telah diperiksa dan resmi ditahan pada hari ini.

 

“Pengungkapan distribusi sianida ilegal ini merupakan bagian dari upaya Mabes Polri dalam meminimalisir praktik penambangan emas ilegal yang kerap menggunakan sianida dalam proses pemisahan emas,” ujar Brigjen Pol Nunung Syaifuddin Dirtipidter Bareskrim Polri

 

Pihak kepolisian juga tengah mendalami aspek perizinan impor bahan kimia tersebut. Sesuai regulasi yang berlaku, hanya dua BUMN, yakni PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dan PT Sarinah, yang berhak melakukan impor sianida secara legal. Jika dilakukan oleh pihak lain, penggunaannya harus untuk kepentingan sendiri dan wajib memiliki izin resmi dari Kementerian Perdagangan.

 

Namun, dalam kasus ini, tersangka diketahui menggunakan izin perusahaan lain yang izinnya telah habis masa berlakunya, kemudian menjual kembali sianida tersebut ke pihak lain. “ Para pembeli sebagian besar berada di wilayah Indonesia Timur, seperti Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Tengah “ imbuh Brigjen Pol Nunung Syaifuddin Dirtipidter Bareskrim Polri.

 

Penyidikan kasus ini akan terus dikembangkan untuk mengidentifikasi semua pihak yang terlibat, termasuk pembeli dan distributor bahan berbahaya ini. // Tayo

Kuasa Hukum Nilai Kasus Pencemaran Nama Baik Jurnalis Handly Mangkali di Paksakan

 

 

PALU, Journalnasional.com- Kuasa hukum jurnalis media online, Handly Mangkali, Dr Muslimin Budiman, menilai perkara dugaan pencemaran nama baik yang dijeratkan kepada kliennya terkesan dipaksakan.

 

“Saya sudah membaca berita yang dijadikan objek dalam aduan dugaan pencemaran nama baik itu. Di situ saya melihat sama sekali tidak memenuhi unsur, karena dalam berita itu tak sedikit pun menyebutkan nama atau identitas orang yang dimaksud,” kata Budiman, Sabtu 3 Mei 2025.

 

Menurut ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum dan HAM Sulteng itu, unsur pencemaran nama baik dalam perkara yang menyeret kliennya itu  tidak terpenuhi seacara formil.

 

“Jika merujuk pada Pasal 310 KUHP dan Pasal 27 ayat (3) UU ITE maka harus memenuhi berapa unsur. Misalnya, materi berita itu menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, dilakukan dengan sengaja dan ditujukan kepada subjek hukum yang jelas, seperti orang atau badan hukum,” jelas Budiman.

 

Faktanya lanjut Budiman, dalam berita itu tidak menyebutkan identitas para pihak. Seperti: nama lengkap, alamat atau keterangan personal lainnya yang mengarah kepada identitas seseorang. Bahkan di berita itu juga tidak mencantumkan foto pihak yang dimaksud.

 

“Oleh karena itu menurut saya berita yang dijadikan objek dalam aduan itu tidak masuk dalam katagori menyerang nama baik seseorang. Identitas yang digunakan dalam pemberitaan itu menggunakan kata  “bos”, “A” dan “bunga”. Tiga kata ini  bersifat umum dan tidak spesifik,” jelas Budiman.

 

Dalam hukum pidana lanjut Budiman, mens rea (niat atau kesengajaan) merupakan elemen penting. Dan faktanya dalam tubuh berita itu menggunakan kata “oknum”, menyamarkan nama dan memakai istilah dugaan, bukan tuduhan langsung.

 

“Dari sini terbukti bahwa tidak ada indikasi media yang dimaksud, memiliki iktikad buruk mencemarkan nama baik. Oleh karena itu, niat jahat terbukti,” ujar Budiman.

 

Di bagian lain, Budiman menyayangkan penyidik yang membawa perkara itu ke pelanggaran UU ITE. Mestinya katanya, permasalahan ini diseret ke ranah dugaan pelanggaran UU Pers.

 

Berita itu menyadur informasi dari sumber berita terpercaya. Kemudian identitas dalam berita itu disamarkan, pun tidak bersifat menghakimi karena menggunakan kata dugaan.

 

“Ini membuktikan bahwa media yang bersangkutan menjalankan fungsi jurnalistik berdasarkan hak atas informasi publik. Belum bisa dikategorikan  sebagai tindakan pencemaran nama baik,” jelas Budiman.

 

Budiman mengatakan, beban pembuktian dalam perkara ini ada pada pihak pelapor. “Pihak yang mengaku dirugikan harus membuktikan bahwa dirinyalah yang dimaksud dalam pemberitaan. Dan ini artinya, beritanya akan semakin seruh. Yang tadinya abu-abu, tapi karena dibawa ke proses hukum, pelakunya jadi terang benderang,” ujarnya.

 

Seperti diberitakan sebelumnya, Jurnalis Hendly ditetapkan sebagai tersangka dugaan pencemaran nama baik  dari sebuah pemberitaan perselingkuhan. Perkara ini diadukan ke Polda Sulteng oleh oleh anggota DPD RI, Febrianti Hongkiriwang.

Pelapor merasa tersinggung dengan berita berjudul “Istri Bos di Morut Main Kuda-kudaan dengan Bawahan”. Dia merasa nama baiknya dicemarkan dan karena itu mengadukannya di Polda Sulteng.

 

Atas aduan itu, penyidik Polda Sulteng telah menetapkan Hendly sebagai tersangka Mangkali. // Lukmansyah

 

Jurnalis Hendly Mangkali Jadi Tersangka, AMSI, JMSI, dan SMSI: Ini Kriminalisasi Bagi Kebebasan Pers

 

 

Palu, Journalnasional.com– Pembungkaman dan Kriminalisasi Terhadap Jurnalis Hendly Mangkali, Ancaman Serius bagi Kebebasan Pers di Sulawesi Tengah

 

Kasus kriminalisasi terhadap jurnalis Hendly Mangkali dari Beritamorut.id menuai kecaman luas dari berbagai organisasi pers di Sulawesi Tengah, Sabtu (03/05/2025).

 

Hendly dilaporkan ke Polda Sulteng oleh anggota DPD RI, Febrianti Hongkiriwang, yang juga merupakan istri Bupati Morowali Utara, usai memuat berita dugaan perselingkuhan di Morowali Utara.

 

Mirisnya, laporan itu menggunakan UU ITE pasal pencemaran nama baik, hanya karena Hendly membagikan link beritanya di akun media sosial pribadi.

 

Ketua AMSI Sulteng, Mohammad Iqbal, menyebut tindakan ini sebagai bentuk pembungkaman terhadap kerja jurnalistik.

 

“Apa yang dilakukan Hendly adalah kerja pers yang dijamin UU Pers,” jelas Iqbal

 

“Mengkriminalisasi jurnalis dengan UU ITE karena membagikan karya jurnalistiknya di media sosial adalah kemunduran serius bagi demokrasi,” tegas Iqbal.

 

Senada, Ketua JMSI Sulteng, Murthalib, mengecam keras laporan ini.

 

“Kalau jurnalis dikriminalisasi hanya karena memberitakan hal yang publik perlu tahu, maka siapa lagi yang akan berani menyuarakan kebenaran? Ini bukan hanya soal Hendly, tapi soal keselamatan pers di daerah,” ujarnya.

 

Sementara itu, Ketua SMSI Sulteng, Mahmud Matangara, SH, MM melalui Sekretarisnya Andi Attas Abdullah,S.I.Kom mendesak aparat penegak hukum untuk menghormati UU Pers.

 

“Pers memiliki mekanisme penyelesaian sengketa melalui Dewan Pers, bukan jalur pidana. Kami minta polisi menghentikan proses ini dan mengembalikan pada koridor yang benar,” kata Andi Attas.

 

Ketiga organisasi pers tersebut menyerukan kepada seluruh insan pers untuk bersolidaritas mendukung Hendly Mangkali dan mendesak Dewan Pers untuk segera turun tangan menangani kasus ini. Mereka juga meminta aparat penegak hukum untuk bijak dan tidak mudah membawa kerja jurnalistik ke ranah pidana yang justru mengancam kebebasan pers.// Lukmansyah

Ketum IWO-Indonesia Sayangkan Tindakan Oknum Polisi Keroyok Wartawan Proresip

 

 

Jakarta,journalnasional.com – Ketua Umum Ikatan Wartawan Online Indonesia NR Icang Rahardian, mengecam tindakan kekerasan yang dialami jurnalis ProgreSIP saat meliput demonstrasi May Day di gerbang Gedung DPR RI, Kamis, 1 Mei 2025. Kejadian ini menambah daftar panjang kekerasan dan intimidasi yang menyasar jurnalis saat meliput demonstrasi.

 

Saat meliput demo hari buruh di gerbang DPR RI, sekitar 10 anggota kepolisian berpakaian bebas mengeroyok jurnalis ProgreSIP berinisial Y di depan Talaga Senayan, sekitar pukul 17.25 WIB. Y dikeroyok ketika Polisi berupaya membubarkan massa secara paksa. Meski telah menunjukkan kartu Pers sebagai awak media, sekelompok orang berpakaian bebas yang diduga anggota Polisi tetap melakukan kekerasan. Para pelaku sulit diidentifikasi karena tidak menggunakan seragam.

 

“Melakukan kekerasan fisik dengan menarik, mencekik, memukul, serta memiting leher Y,” kata Produser ProgreSIP Setyo A Saputro saat dikonfirmasi, Kamis, 1 Mei 2025.

 

Setyo mengatakan Y awalnya sedang merekam situasi massa aksi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat yang telah dibubarkan paksa oleh polisi. Namun, sejumlah orang meneriaki Y “anarko”. Sosok yang meneriaki Y, kata Setyo, juga terlibat dalam membubarkan massa aksi. Walhasil mereka pun meminta Y menghapus rekamannya. “Mereka juga menggeledah seluruh saku Sdr. Y dan memaksanya menghapus rekaman dari kamera,” kata Setyo.

 

Di tengah kekacauan tersebut, *seorang pria bernama Andi yang mengaku dari Lembaga Bantuan Hukum Rahadian datang* Andi menegaskan bahwa Y adalah seorang jurnalis. Setelah itu, para aparat membubarkan diri dan meninggalkan lokasi. “Akibatnya,  Y mengalami syok dan sempat mengalami sesak napas akibat pengeroyokan tersebut,” kata Setyo.

 

Menurut Icang sapaan akrab dari NR Icang Rahardian, sepanjang 2025, ada 36 kasus kekerasan terhadap jurnalis dengan berbagai bentuk, seperti pemukulan, penganiayaan, perampasan alat kerja, teror, hingga intimidasi. Pada demonstrasi menolak Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) pada Maret lalu, telah terjadi 18 kasus kekerasan terhadap jurnalis di berbagai daerah.

 

Sedangkan pada tahun 2024, sambung Icang, ada 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Kasus kekerasan fisik paling banyak terjadi dengan jumlah 20 kasus. Adapun jenis kasus kekerasan lain berupa teror atau intimidasi, pelarangan liputan, ancaman, serangan digital, penuntutan hukum, kekerasan berbasis gender, perusakan alat liputan, hingga pembunuhan.

 

Pelaku kekerasan pun didominasi oleh polisi dengan jumlah 19 kasus. Pelaku lain meliputi anggota TNI, organisasi masyarakat, orang tak dikenal, aparat pemerintah, hingga perusahaan.

Ketua Umum IWO Indonesia Sayangkan Tindakan Oknum Polisi Keroyok Wartawan Progresip